sesosok tubuh wanita tergantung kaku di langit-langit kamarnya.
Penerangan di ruangan tersebut hanya berasal dari Macbook di depannya
yang menyala. Halaman Macbook yang terbuka itu bertuliskan:
From : boneka_neraka@hell.net
To : cathcute@www.com
Subject : ---
I just wanna play a game
Do you want to play?
Join us and come to Heaven Gate
I’ll wait you…
Kemudian
pintu terbuka dan seorang perempuan paruh baya masuk. Jeritan keras pun
memecahkan ketenangan pagi saat dia melihat mayat anaknya itu.
***
“Gila! Ini sudah yang keempat!”
Inspektur
Turangga Bayu menggerutu di kantornya. Kasus bunuh diri di kota Madiun
bertambah lagi. Sejak pertengahan bulan Oktober lalu pelaku bunuh diri
itu sudah mencapai empat orang. Sebagian besar pelakunya adalah pelajar
putri berusia antara 17 sampai 20 tahun.
“Janu, ceritakan lagi kondisi pelaku!” perintahnya.
Janu
yang sibuk membuat catatan kasus hari itu menghentikan pekerjaannya.
Pelaku bunuh diri kali ini bernama Sherly Anggraini, mahasiswi semester 4
di Universitas Merdeka Madiun. Penyebab kematiannya adalah kehabisan
napas karena tercekik oleh tali yang menjerat lehernya. Berdasarkan
kekakuan tubuhnya, dapat diperkirakan dia meninggal 12 jam sebelum
ditemukan, yaitu sekitar jam 6 sampai jam 7 malam.
“Ini sudah jelas bunuh diri, Pak.”
“Bukan. Dia bukan pelaku, dia korban. Bagaimana dengan hasil otopsi?”
“Iya,
Pak. Di tubuh pelaku ditemukan adanya obat tidur. Tapi menurut
keterangan ibunya, dia minum obat tidur itu karena penyakit
insomnianya.”
“Sudah kubilang dia itu korban. Sama seperti
kasus-kasus sebelumnya. Ada sisa obat tidur atau obat penenang di tubuh
korban. Ingat juga kondisi sekeliling korban. Pesan dari Boneka Neraka
selalu muncul kan? Kasus ini pasti pembunuhan, dan yang aku khawatirkan
akan ada korban selanjutnya.”
“Maksud Bapak?”
“Tidak. Hanya naluri kepolisianku saja.”
Janu
agak terkejut dengan dugaan atasannya tersebut. Memang baru empat kasus
yang terjadi dan mengatasnamakan Boneka Neraka. Namun, atasannya itu
sudah bisa mengambil kesimpulan seperti itu. Apakah benar ini kasus
pembunuhan berantai? Dia membetulkan letak kacamatanya dan melanjutkan
pekerjaannya yang tertunda. Sementara itu, Inspektur Turangga masih
memikirkan kertas yang dibawanya.
• Korban pertama. Ineke Arini
Putri. 17 tahun. Tanggal kejadian 17 November 2009. Penyebab kematian
korban adalah overdosis obat penenang. Di handphone korban tertulis
sebuah pesan yang sama dari Boneka Neraka.
• Korban kedua. Juli
Senandung. 20 tahun. Tanggal kejadian 2 November 2009. Penyeban kematian
adalah jatuh dari lantai tiga sebuah mal. Ditemukan surat dengan pesan
yang sama.
• Korban ketiga. Ujang Gunawan. 18 tahun. Tanggal kejadian
5 November 2009. Penyebab kematian adalah tertabrak mobil (masih
diragukan apakah karena kecelakaan atau tidak). Korban meninggal karena
kehabisan darah saat dalam perjalanan ke rumah sakit. Di sakunya juga
ditemukan kertas pesan Boneka Neraka.
• Korban keempat. Sherly Anggraini. 20 tahun. Tanggal kejadian 16 November 2009 (hari ini). Penyebab kematian adalah tercekik.
***
Di sebuah ruangan dengan lampu temaram. Seseorang memandang sebuah papan putih yang terletak di depannya.
Ineke Arini Putri 17/10/2009 overdosis
Juli Senandung 02/11/2009 keracunan
Ujang Gunawan 05/11/2009 kecelakaan
Sherly Anggraini 16/11/2009 gantung diri
Dia
mencoret nama Sherly dan kemudian menambahkan satu nama lagi. Dia
tersenyum. Kemudian tertawa. Sambil menuangkan Vodka ke gelasnya, dia
merebahkan diri ke sofa.
“Selamat bermain Inspektur.” gumamnya. Sosok misterius itu meminum Vodkanya dengan tertawa setan.
Ineke Arini Putri 17/10/2009 overdosis
Juli Senandung 02/11/2009 keracunan
Ujang Gunawan 05/11/2009 kecelakaan
Sherly Anggraini 16/11/2009 gantung diri
Turangga Bayu 23/11/2009 kecelakaan dalam tugas
***
Hujan
yang mengguyur kota Madiun siang itu tak mampu menggoyahkan kesibukan
di Kantor Polresta Madiun. Inspektur Turangga, Janu, dan beberapa
anggota satuan reserse dan kriminal lainnya sibuk menelaah kasus bunuh
diri (yang diduga sang inspektur sebagai kasus pembunuhan berantai)
baru-baru ini.
Inspektur Turangga Bayu adalah polisi senior berusia
sekitar 40 tahun. Badannya tinggi-tegap, tidak seperti polisi-polisi tua
lainnya yang berperut buncit. Anti rokok dan alkohol, serta berjiwa
pemimpin. Sudah lima tahun dia dipindahkan ke Kepolisian Madiun dari
Kepolisian Daerah Jawa Timur di Surabaya. Alasannya karena prestasinya
yang terus naik, bantuannya diperlukan di daerah. Sedangkan anak buah
kesayangannya, Janu Setiyawan, baru dua tahun lulus dari Akademi
Kepolisian. Inspektur Turangga sendiri yang memilihnya sebagai
asistennya. Orangnya cerdas. Berperawakan sedang-ideal, khas polisi muda
yang baru masuk. Sejak saat itulah, Janu menjadi orang kepercayaan
Inspektur Turangga.
“Pak, sepertinya saya sedikit mengerti kasus ini.”
“Bagaimana?”
“Benar
kata Bapak. Ini pembunuhan berantai. Entah kebetulan atau tidak, coba
lihat nama korban. Dan bandingkan dengan surat dari Boneka Neraka.”
Setelah berpikir sejenak, “Jangan-jangan…”
“Iya Pak. Saya berpikir huruf awal dari nama-nama korban cocok dengan isi surat tersebut.” Janu menandai apa yang dimaksudnya.
Ineke; Juli; Ujang; Sherly
I JUST WANNA PLAY A GAME
“Berarti, kalau berdasarkan analisismu, korban berikutnya adalah seseorang dengan huruf awal namanya ‘T’.”
“Saya rasa begitu, Pak.”
“Tapi siapa orang itu? Warga Madiun ada seribu orang lebih!”
“Saya
sudah membuat daftarnya Pak. Di kota Madiun ini orang dengan huruf awal
namanya ‘T’ ada sekitar 80 orang. Kita mungkin bisa menanyainya
satu-persatu.”
“Hh… ada namaku juga ya.” inspektur tersenyum.
Janu juga ikut tersenyum. Ujung bibir kanannya tertarik ke atas. “Tidak mungkin Boneka Neraka berani mendekati Bapak.”
Sang
inspektur memandangnya, “Apa ada hal lain yang kau temukan? Persamaan
dari keempat korban tersebut? Kita tidak mungkin harus menanyai
kedelapan puluh orang tersebut kan?”
“Untuk sementara ini saya belum menemukannya, Pak. Tapi saya akan terus berusaha.”
“Baik. Lanjutkan pekerjaanmu!”
***
23 November 2009; pukul 11.00
“Inspektur!”
Janu berlari ke ruangannya dengan napas terengah. Di tangannya terdapat
selembar kertas. Wajahnya menunjukkan keterkejutan. Di dalam ruangan
satuan reserse dan kriminal hanya ada Inspektur Turangga.
“Saya menemukan surat ini… di kotak pos depan.”
Inspektur Turangga menyambar kertas yang dipegang Janu. Dia membacanya sekilas. Lalu diremasnya kertas itu.
“Jadi boneka bodoh itu ingin bermain dengan kita!?”
“Tapi Pak, mengapa dia mengirim surat pemberitahuan? Seperti bukan dia saja.”
“Entahlah. Kita harus ke sana. Aku tempat yang dimaksud.”
“Baik, Pak!”
Wahai
polisi-polisi bodoh, kali ini aku berbaik hati. Temui aku di Gerbang
Surga di mana kotak gambar yang telah rusak disimpan. Ingat burung
phoenix yang mencurinya. Dan saat tiga pengembara menatap langit, pada
saat itulah Apollo menunjukkan kehebatannya, dan tawanan surga akan
terperangkap selamanya.
(I JUST WANNA PLAY A GAME)
23 November 2009; pukul 11.45
Inspektur
Turangga dan Janu tiba di depan sebuah bioskop yang telah terbakar,
Madiun Theatre. Bioskop itu terletak di pinggir jalan raya dan diapit
oleh dua toko buku yang cukup ramai.
“Apa benar dia ada di sini, Pak?”
“Pesannya
yang mengatakan sendiri. Kotak gambar berarti bioskop. Burung phoenix
merupakan burung api. Madiun punya dua bioskop yang bankrut, tapi yang
ditutup karena kebakaran hanyalah ini.”
“Terus mengapa kita harus ke sini secepat ini? Siapa tahu dia hanya menjebak kita?”
“Kukira
kau lebih cerdas dari yang aku pikirkan. Tiga pengembara menatap langit
adalah saat jarum jam, menit, dan detik menunjuk ke atas, yaitu jam
12.00. Sedangkan Apollo itu dewa matahari Yunani, dia akan membunuh
korban selanjutnya pada pukul 12 siang ini. Cepat waktu kita tidak
banyak!”
Inspektur Turangga menjelaskan sambil berlari ke dalam
bioskop. Keadaan bioskop lama itu gelap dan suram karena sudah tidak ada
lagi yang datang untuk menonton. Dengan membawa 44 Magnum Revolver di
tangan, Inspektur Turangga dan Janu mulai menyelidiki seluruh isi
bioskop. Sang inspektur segera melesat ke lantai 2 bioskop, sedangkan
Janu bertugas menyelidiki lantai 1.
“Hoi! Keluar kau! Keparat!” terdengar teriakan di lantai 2.
“Mencariku Inspektur?”
Dari
arah punggung inspektur muncul sesosok misterius berjubah hitam dan
bertopeng. Inspektur Turangga menjaga jarak dengan sosok tersebut.
“Mana tawananmu?!” Tanya inspektur geram.
“Tawanan? Kau masih belum sadar juga?”
“Aku sudah tahu pola permainanmu. Nama korban, waktu kematian korban, dan cara kau membunuh. Semua berkaitan dengan pesanmu.”
“Oh ya.”
“Hampir
saja aku keliru karena kasus ketiga. Itu memang murni kecelakaan.
Menurut keterangan anak buahku, sebelum dibawa ke rumah sakit ada
beberapa orang yang menolong korban, dan di situlah kau menyelipkan
pesanmu. Kebetulan sekali, lalu kau menyesuaikan kembali dengan kasus
keempat.”
“Apa benar begitu Inspektur?”
Sosok hitam tersebut
memojokkan inspektur ke dalam ruangan bioskop. Tangan kanannya
mengeluarkan jenis senjata yang sama--44 Magnum Revolver--dari balik
jubah dan diarahkannya senjata api tersebut ke kepala inspektur.
Inspektur Turangga refleks juga mengarahkan miliknya ke tubuh Boneka
Neraka. Tapi sayang itu hanya tipuan, dengan satu gerakan kilat tangan
kiri ‘si boneka’--yang juga memegang pistol--menembakkan peluru 6mm ke
tubuh inspektur. Dua bunyi tembakan keras membuat tubuh inspektur
terjengkang ke belakang. Cairan merah-kental mengalir tepat di bagian
jantung inspektur. Bunyi debam di lantai berdebu di dalam ruangan
tersebut mengantar kepergian Inspektur Turangga. Menjadi tawanan surga
selamanya.
***
Boneka
Neraka berjalan meninggalkan bioskop tua itu. Menanggalkan jubah
hitamnya dan melepaskan topengnya. Sosok berperawakan sedang-ideal itu
berjalan dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Dia membetulkan
letak kacamatanya. Kemudian tersenyum simpul dengan ujung bibir kanan
tertarik ke atas. Diambilnya handphone-nya dan dia mulai mengetik pesan
pendek.
I just wanna play a game
Do you want to play?
Join us and come to Heaven Gate
I’ll wait you…
Sending message
Delivered to: Inspektur Turangga
“Maaf, Inspektur.” gumamnya sambil tertawa. Tawa setan.